Kamis, 25 Juni 2020

Aliran Rasa 4 Permata

❤ Bismillahirohmanirohim❤
Menyelami diri lebih dalam membuat kita akan lebih bersyukur. Saya sangat berkesan terhadap misi yang diberikan. Makin hari diri saya ini terasa tergali dan menapak tilas kehidupan saya 26 tahun silam. Tak jarang saya menjadi lebih merenungi kehidupan ketika mengerjakan misi. 

Teori connecting the dots - steve Jobs mungkin blm bisa jadi bahan kontemplasi jika IIP tidak memberikan misi tersebut. Bahkan jika digali lebih dalam dengan kacamata islamic worldview. Kita sebagai muslim mengimani qodho dan qadar sebagai ketentuanNya. Titik2 dalam hidup kita yang Allah SWT rancang sedemikian rupa yang membentuk kepribadian kita saat ini bukan tanpa sebab. Melainkan merupakan takdir terbaik kita. 

Saya menuliskan apa yang membuat diri saya unik? Pada dasarnya semua orang itu unik. Bahkan sepasang kembar yang lahir kedunia memiliki takdirnya masing-masing. Untaian titik mutiara yang hadir dalam kehidupan saya membuat saya semakin bersyukur semakin mencintai suami saya dan semakin menyayangi anak saya. 

Lompatan lompatan yang pernah saya alami di antaranya kini yang bisa menjadi hikmah terbesar dalam kehidupan saya adalah keputusan saya untuk menikah kurang dari 1 tahun setelah wisuda Sarjana.  Saat itu saya sudah merangkai mimpi, begitu banyak cita-cita yang saya Tuliskan di tembok kamar saya.  Kini cita-cita itu bukan jadi prioritas cita-cita bisa berubah dengan keadaan.  

Oktober 2016 saya diwisuda saya merencanakan untuk melanjutkan studi sehingga saya mempersiapkan dengan cara mengambil persiapan TOEFL.  November akhir 2016 saya bertemu dengan dia calon suami saya, untuk pertama kalinya.  Kami dipersatukan dalam suatu kegiatan baik akhirnya kita menjadi partner dalam pekerjaan. 

Cuma butuh satu bulan suami saya meyakinkan dirinya untuk mengenal saya lebih dalam akhir Desember 2016 lewat murobbi, Ia menyampaikan kehendaknya untuk taaruf lebih dekat. Saya gamang karena menikah di tahun 2017 adalah mimpi tidak pernah tertulis dalam cita-cita saya sebelumnya. 

Namun tak ada alasan syar'i untuk saya menolak, saya teruskan niat baik itu kepada orang tua saya. Ibu dan Bapak awalnya ragu saya baru sarjana belum pernah menapaki dunia profesional namun sudah ada lelaki yang melamar.  Alhamdulillah mereka sepakat untuk juga tidak menunda karena tidak ada alasan syar'i untuk menolak.

Januari 2017 Pinangan itu tiba, ia datang seorang diri menemui orang tua saya. Februari 2017 kami melangsungkan pertemuan Kedua keluarga besar yang akhirnya sepakat untuk melaksanakan akad dan resepsi di April 2017.

Tak lama setelah saya menikah dua bulan Kemudian saya positif hamil.  Lahirlah seorang cucu perempuan satu-satunya yang tinggal se-kota dengan orang tua saya.  Selama Saya mempersiapkan pernikahan Ibu saya sudah sakit-sakitan.  Kehadiran cucu menjadi obat pelipur lara bagi ibu saya. 

Sayangnya anak saya hanya setahun setengah merasakan hidup bersama eyang putri.  Ibu saya akhirnya dipanggil oleh Allah subhanahu wa ta'ala.  Keputusan yang tepat bagi saya dan akhirnya saya bisa mengambil hikmah terbesar di dalam kehidupanmu saya bahwa saya menikah itu adalah takdir terbaik bagi saya dan ibu saya. 

Pemikiran ini saya rasakan setelah saya menjalankan berbagai misi yang diberikan oleh Institut Ibu profesional ..

terima kasih IIP yang membuat saya bisa menyadari hikmah Terbesar dalam hidup saya😢🙏🏼

 wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. 


 
#navigasidanberaksi
#matrikulasibatch8
#institutibuprofesional
#belajardarirumah

Kamis, 18 Juni 2020

Misi ke TUJUH : Connecting The Dots

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم


Jika bukan karena misi ke tujuh ini saya belum mengetahui kisah luar biasa tentang filosofi Connecting the Dots- Steve Jobs. 

berikut kisah lengkapnya.
Suatu ketika, Steve Jobs diundang untuk memberikan kata sambutan di acara wisuda Stanford University, salah universitas terbaik yang ada di Amerika. Ada tiga pesan penting yang disampaikan Steve Jobs pada kesempatan itu. Salah satunya adalah tentang “Connecting the Dots”. Atau bahasa kitanya saling menghubungkan titik demi titik.


Steve Jobs (Sumber: http://www.desa-coding.com/)

Ibu kandung Steve Jobs, Joanne Simpson adalah seorang mahasiswi yang masih kuliah. Dia ‘kecelakaan’ karena hamil di luar nikah sewaktu masih mahasiswi dan juga tanpa dinikahi. Sebelum melahirkan, Joanne Simpson memutuskan untuk meyerahkan anak yang akan dilahirkannya itu kepada orang lain. Sang Ibu ingin Steve Jobs dirawat oleh orang yang lulusan universitas agar nantinya bisa di kuliahkan di universitas ternama juga.
Akhirnya, ada seorang pengacara dan istrinya yang mau mengadopsi Steve Jobs Kecil. Mereka adalah Paul dan Clara Jobs. Menjelang detik-detik melahirkan, Paul dan Clara Jobs menelepon kalau mereka ingin bayi perempuan, tapi ternyata Joanne Simpson melahirkan bayi laki-laki. Ibu Steve Jobs sempat cemas dan khawatir kalau mereka tidak jadi mengadopsi. Tapi untungnya, mereka tetap mau menerima.
Beberapa waktu setelah melahirkan, sebelum tanda tangan kertas penyerahan adopsi, Ibu Steve Jobs mengetahui kalau Paul dan Clara Jobs ternyata berbohong. Pauls tidak tamat SMA dan istrinya bukanlah tamatan universitas ternama. Joanne Simpson menolak tanda tangan kertasnya. Tapi, kemudian sang ibu berubah pikiran setelah Paul dan Clara Jobs meyakinkan kalo Steve Jobs bakal dikuliahkan setelah besar nanti. Sebab cita-cita Ibu kandung Steve Jobs ingin sekali anaknya dikuliahkan dan lulus dari universitas ternama di Amerika.

Reed Collage, Tempat Stave Jobs Berkuliah (Sumber: https://www.glassdoor.co.uk/)

Singkat cerita, 17 tahun setelahnya Steve Jobs dikuliahkan disebuah universitas yang mahal sekali, yaitu Reed Collage. Padahal, orang tuanya angkatnya itu bukanlah dari golongan kelas atas. Pauls hanyalah bekerja sebagai montir dan Clara Jobs hanya sebagai tenaga pembukuan. Pada saat kuliah, ternyata Steve tidak tahu apa yang harus ia kerjakan. Semua mata kuliah yang diambilnya tidak terasa berguna baginya. Steve masuk di satu mata kuliah, lalu keluar. Masuk lagi di mata kuliah lainnya, keluar lagi.
Steve menyadari kalau orang tua angkatnya itu harus menabung banyak agar bisa membiayai kuliahnya di Reed Collage. Namun saat itu dia enggak  melihat kegunaan dari kuliah yang diambilnya untuk tujuan hidupnya. Ditambah lagi, dia sendiri tidak tahu jelas apa tujuan hidupnya. Setelah ia kuliah selama enam bulan, akhirnya dia memilih untuk keluar sekolah.
Dia memutuskan untuk drop out dari kuliah karena Steve engga melihat adanya nilai yang berharga dengan duduk di bangku sekolah. Sejak itu, hidupnya mulai susah. Dia tidak punya kosant, dan tidur dilantai kamar temannya. Dia mengumpulkan botol coca-cola, kemudian dijual, dan hasilnya untuk membeli makanan.
Setiap minggu malam, Steve harus berjalan selama 7 mil ke sebuah kuil. Kenapa ia pergi kesana? Sebab disana selalu tersaji hidangan makan besar. Sehingga dJobs berpikir kalodengan cara pergi kesana dapat menekan pengeluaran mingguannya.
Saat itu Steve masih tinggal disekitar kampusnya. Dan perlu diketahui, Reed Collage sangat terkenal dengan seni Kaligrafi, salah satu terbaik di Amerika. Steve sebenernya engga bisa lagi mengambil mata kuliah karena sudah drop out. Tapi karena kegigihannya untuk minta duduk di bangku kuliah, akhirnya dia masih bisa berkesempatan untuk mengambil satu mata kuliah, yaitu mata kuliah kaligrafi selama tiga semester.

Salahsatu Contoh Ilmu Kaligrafi (Sumber: https://www.designyourway.net/)

Di kelas Kaligrafi, dia belajar tentang kombinasi warna, tekstur, pemandangan dan lain-lain yang menurutnya menakjubkan. Dari kelas Kaligrafi ini juga, ketertarikan Steve terhadap font menjadi luar biasa. Dia mulai mengenal sejarah font seperti serif dan san-serif. Memang sih, apa yang ia pelajari tidak ada yang applicable untuk kehidupannya waktu itu. Tapi 10 tahun kemudian, baru dia rasakan manfaatnya dari apa yang ia pelajari sewaktu masih kuliah.
Saat dia mendesain komputer Mac pertama kalinya, semua hal yang dipelajari Steve saat duduk di kelas Kaligrafi muncul. Dia pun mengkombinasikannya ke dalam komputer Mac. Hasilnya apa? Steve berhasil membuat Mac menjadi komputer pertama yang memiliki tipografi yang sangat indah.
Dia bilang,“Kalau saya tidak pernah drop out, saya tidak akan berakhir di kelas Kaligrafi. Jika saya tidak belajar seni kaligrafi, Mac tidak akan pernah ada.”
Semua hal yang dilakukan Steve itu membentuk titik-titik. Titik-tik inilah yang nanti akan bertemu dan membentuk masa depan. Dan hal inilah yang disebut oleh Steve Jobs sebagai connecting the dots.
Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah Steve Jobs tersebut adalah bahwa tidak ada kejadian sekecil apapun yang harus kita sesalkan di masa lalu. Kenapa? Sebab semuanya akan saling terhubung dan membentuk sebuah mozaik atau puzzle masa depan kita.


referensi :

2. gambar-gambar terlampir pada keterangan gambar.

Jumat, 12 Juni 2020

MISI KARAKTER MORAL : I know, I can be better

Bismillahirrahmanirrahim... 

Tantangan misi karakter moral
Penyelaman ketiga

Aku punya tantangan selama berproses dan menjalani peran kehidupan yaitu:

Sedikit bercerita, sebelumnya saya mengucapkan jazakumullah khairan katsiraan mbak Maria Ulfah mbak  Kasih Hanny mbak Siwi Aryani Ratu Rahmi, yang telah mengingatkan pada cerita saya dulu. Betapa waktu iti berharga.. 

ketika saya masih gadis, saya diamanahi menjadi sekertaris umum suatu organisasi besar di kampus, selain itu juga saya menjadi pengurus dan anggota di beberapa organisasi lain. menjadi mahasiswi teknik dengan banyak praktikum dan praktek kerja di lapangan menuntut saya rapi mengenai time management. sayangnya dan anehnya ketika sy menikah hal ini menguap begitu saja ke udara. kemana diri saya selama ini?

Setelah menikah,  semua ritme kehidupan berubah. Dulu posisi saya menjadi anak bungsu di rumah, semua tersedia. makan tinggal makan, tidur tinggal tidur, pakaian bersih selalu ada, rumah bahkan kamar selalu bersih terawat.  Hal ini menyebabkan syok terapi bagi saya, walaupun sebelumnya sudah saya komunikasikan dengan suami bahwa saya tidak terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. 

Karena sukses di luar belum tentu sukses di dalam rumah, tapi bagaimana kalau sukses dengan keduanya?  Akan lebih baik kan? itu yang membuat saya saat ini tertantang untuk bisa terjun kembali di usia 3 tahun pernikahan kami untuk memberdayakan diri di luar. 

Tapi ternyata, dalam diriku ada karakter moral ibu profesional yang menjadi kekuatanku. Ini kisah dan caraku untuk mengatasi tantangan tersebut:

Saya menemukan komunitas ibu profesional sebetulnya sudah dari tahun 2017, ketika itu saya bergabung di WA grup regional Bandung . Di tahun 2017 bertepatan dengan persiapan pernikahan saya, menjadi mahasiswa Institut Ibu profesional bukanlah prioritas bagi saya. Maka dari itu saya memutuskan tidak melanjutkan perkuliahan.

Ternyata di tahun ketiga pernikahan dan alhamdulillah saya dikaruniai seorang anak perempuan, ilmu untuk Menata diri menjadi Ibu yang lebih baik adalah hal yang penting dan perlu dicari. Maka saya memutuskan kembali bergabung di Institut Ibu profesional. Bukan yang hal yang mudah bagi saya untuk belajar dengan sistem seperti ini, karena bagi saya yang dulu belajar adalah hal yang membutuhkan tatap muka kedua belah pihak. Namun zaman berubah apalagi pada kondisi pandemic seperti ini kita dituntut untuk bisa belajar dari mana saja tidak terpaut jarak dan waktu. 

Perlahan-lahan setelah menikah saya membangun kultur bersama suami saya dimulai dari hal yang termudah, yaitu menata jadwal hidup hingga manajemen rumah tangga. Saya yang tidak terbiasa memasak pada awalnya sangat ditoleransi untuk tidak memasak setiap hari. Kami lebih memilih makan di luar, namun pada saat itu saya merasa kurang nyaman karena memang saya tidak terbiasa jajan diluar dari kecil maka dari itu saya bertekad untuk bisa memasak. 

Dan Allah memberikan tantangan lain, di bulan kedua pernikahan, saya positif hamil. Saya dan suami memberdayakan diri mencari tahu ilmu tentang kehamilan dan persalinan. Pada saat saat itu saya dan suami masih aktif bekerja, dari rekan kerja kami saya mendapatkan informasi tentang kelas persiapan kehamilan secara natural alami dan minim trauma berlandaskan Islam. Namun mengapa saya kurang bersemangat rasanya? karena suami juga mendengar malah suami yang sangat bersemangat mengikuti kelas itu dan mendaftarkan kami mengikutiselama 12 kali pertemuan dan saya merasa sungguh beruntung memberdayakan diri selama persalinan sehingga kehamilan persalinan dan proses menyusui saya alhamdulillah penuh dengan persiapan. 

Paska memiliki anak tantangan lain yang lebih menantang banyak dihadapi namun satu hal yang saya ambil bahwa I know I can be better, 
Jika saya terus mencoba dan tidak Patah Arang, serta membangun lingkungan yang supportif untuk belajar mengetahui ilmu apa yang paling saya butuhkan. 


#navigasidanberaksi
#matrikulasibatch8
#institutibuprofesional
#belajardarirumah